Membaca Kisah Borobudur dalam Format Komik

Judul Buku : Borobudur, Pusaka Abadi Nan Jayaborobudur
Pengarang : Handaka Vijjãnanda
Penerbit : Ehipassiko Foundation
Tahun Terbit : 2013 (Cetakan 1)
ISBN : 978-602-8194-72-3
Jumlah Halaman : 247 Halaman

‘Komik Borobudur, Pusaka Abadi Nan Jaya’ mengupas tuntas sejarah Candi Borobudur sejak pencetusan ide pertama oleh Raja Panangkaran dari Mataram Kuno di Abad 8 Masehi hingga sekarang. Sang Penulis, Handaka Vijjãnanda menerangkan bahwa Candi Borobudur alias ‘Bhumi Sambhara (Budhara)’ dibangun selama 75 tahun dengan mengadaptasi bangunan kuil di India karena Sang Arsitek Tunggal, ‘Gunadharma’ berasal dari India. Tak hanya itu, Handaka menekankan bahwa Borobudur merupakan persemayaman 2.672 panel relief batu andesit yang teruntai seperti ‘komik gigantik’ yang sarat dengan nilai-nilai moral, seni, budaya, kemanusiaan, dan spiritual. Dengan demikian, wajar saja bila uraian proses perbaikan, pemugaran, bahkan penobatan Borobudur sebagai World Heritage No. 592 merupakan bagian mutlak dalam komik ini.

Dilihat dari sisi keunggulan, Komik Borobudur ini memiliki gaya penyampaian yang sederhana, penggambaran tokoh yang imaginatif, tampilan adegan yang full colour, dan bahasa penyampaian yang komunikatif. Hal ini membuat komik ini mudah dipahami oleh berbagai kalangan masyarakat dari anak-anak hingga orang-orang dewasa. Alur cerita yang bergerak maju juga membuat tatanan komik ini lebih mudah dipahami, bahkan oleh orang awam sekalipun. Tak hanya itu, ukuran buku yang tidak terlalu besar, membuat komik ini mudah dibawa. Meski sedikit komedi di dalam adegan tetapi Komik Borobudur seru untuk dibaca dan jika dibandingkan dengan komik-komik lain, komik ini memiliki nilai lebih dalam pengetahuan sejarah dan budaya, terutama pesan moral yang di sampaikan dari cerita panel-panel relief Borobudur. Jadi dapat dikatakan bahwa Komik Borobudur merupakan komik pendidikan yang menggali nilai-nilai luhur dalam bangunan Candi Borobudur.

‘Di balik beberapa kelebihan pasti ada kekurangan’, begitu pula pada komik ini. Penyebutan ‘Candi Dasabhumi’ untuk sub-tema pertama dapat dikatakan belum bahkan tidak ada dalam kajian Sejarah maupun Arkeologi. Penyebutan ini mungkin lebih mengarah pada sudut pandang kultural dan filosofis bukan sudut pandang ilmiah, sehingga keakuratan datanya perlu ditinjau kembali. Sementara dalam pembahasan teknik pembuatan ornamen dan relief Candi Borobudur, teknik ini dirasa belum sesuai dengan hasil rekonstruksi cara pembuatan relief Candi Borobudur yang selama ini dikenal, yaitu teknik menera langsung gambar atau pahatan pada dinding candi. Tak hanya itu, ada beberapa hal yang juga perlu mendapat penjernihan Sejarah dan perlu dipertimbangkan kembali. Jumlah panel relief di Borobudur yang ditemukan sejauh ini berjumlah 1.460 panel, bukan 2.672 panel seperti yang dituturkan Handaka. Kemudian, masalah penyebutan Gunadharma sebagai Sang Arsitek Tunggal yang benar-benar mengkonsep Borobudur dari awal hingga akhir, hal ini menutup peran arsitek lokal yang mungkin juga berperan dalam pembangunan Borobudur saat itu. Sama halnya dengan pernyataan Handaka bahwa Candi Borobudur dibangun selama 75 tahun, pernyataan ini kurang sesuai dengan bukti artefaktual dan beberapa prasasti yang menjelaskan bahwa Borobudur dibangun ± 50 tahun dari tahun 780 hingga 833 Masehi atau dari masa Raja Panangkaran hingga Raja Warak dan putrinya, Pramodhawardhani.

Terlepas dari kelebihan atau kekurangan di atas, sebuah apresiasi patut ditujukan kepada Sang Penulis, ‘Handaka Vijjãnanda’. Ia adalah seorang biksu kelahiran Temanggung, 22 Juni 1971 yang sejak tahun 2012 mulai menggeluti penulisan komik berlatarkan bangunan Candi Borobudur. Latar belakang inilah yang mungkin menyebabkan sudut pandang komik ini lebih ke arah kultural bahkan filosofis. Namun satu hal yang perlu kita kagumi, sebelum Handaka menerbitkan ‘Komik Borobudur, Pusaka Abadi Nan Jaya’ ternyata ia telah menerbitkan karya pertamanya tentang Borobudur berjudul ‘Manohara: Putri Sanfri-la’ di tahun 2012. Sebuah komik yang diterbitkan Yayasan Budha ‘Ehipassiko Foundation’, yang tak lain didirikan sendiri oleh Handaka. Untuk itu, Handaka dapat dikatakan sebagai penulis pertama yang mengupas Sejarah Borobudur dalam bentuk ‘komik’. (Restu Ambar Rahayuningsih, Peneliti di Divisi Riset Museum Ullen Sentalu)