MAKAM Imogiri terletak di sebelah selatan kota Yogyakarta. Makam ini merupakan komplek pemakaman raja-raja Mataram. Makam ini ada sejak akhir masa pemerintahan Sultan Agung, sekitar pertengahan abad XVII.
Sebelum masa pemerintahan Sultan Agung, kerabat keraton Mataram yang meninggal dimakamkan disekitar istana Kotagede. Pada waktu itu, pembesar kerajaan belum memiliki gagasan untuk membangun sebuah kompleks pemakaman. Misalnya saja Panembahan Senopati, sebagai pendiri sekaligus perintis kerajaan Mataram, beliau terlalu sibuk berkutat dengan urusan politik dan pemerintahan, terutama dalam upaya memperluas daerah dan menegakkan hegemoni Kerajaan Mataram di Pulau Jawa.
Gagasan pembangunan komplek pemakaman baru muncul pada masa pemerintahan Sultan Agung, raja Mataram ketiga. Sebagai seorang raja yang mampu menguasai hampir seluruh Pulau Jawa pada masa itu, beliau berkeinginan agar kebesaran namanya tetap dikenang oleh rakyat Mataram dan generasi penerusnya. Karena itu, Sultan kemudian merealisasikan keinginannya dalam wujud pembangunan komplek pemakaman bagi penguasa Mataram dan penerusnya.
Sebelumnya, pada awal masa pemerintahannya, Sultan Agung sibuk dengan berbagai ekspedisi penaklukan. Sultan Agung akhirnya terpikir membangun pemakaman kerajaan yang megal setelah kegagalan pasukan Mataram menyerang pos dagang VOC di Batavia pada 1628 dan 1629. Dengan kegagalan tersebut, mata, pikiran, serta hati Sultan Agung menjadi terbuka bahwa perang yang selama ini dilakukan ternyata menimbulkan korban sangat besar. Jasad para korban yang telah ikut berjuang membela kerajaannya ternyata tidak mendapat perlakuan yang layak. Karena itu, Sultan kemudian berkeinginan untuk membangun sebuah kompleks pemakaman bagi dirinya kelak beserta kerabat keluarganya.
Sultan Agung membangun makam Imogiri mulai 1630. Jika dilihat dari letak geografisnya, Imogiri berada di daerah perbukitan. Secara filosofis, pemilihan tempat yang tinggi adalah bagian konsep nirwana dalam budaya Hindu, yakni tempat tujuan akhir perjalanan manusia. Tempat yang tinggi juga merupakan tempat sakral karena merupakan tempat bersemayamnya para dewa. Karena itu, pembangunan makam di atas bukit atau gunung dipercaya akan memberikan nilai yang tinggi pula. Selain itu, Sultan Agung mengharapkan bahwa raja dan keturunannya yang meninggal akan tetap ditinggikan oleh rakyatnya, meskipun mereka telah tiada.
Sultan Agung menjadi raja Mataram pertama yang dimakamkan di komplek Makam Imogiri. Beliau dimakamkan di tingkat paling atas bernama Kasultanagungan. Setelah kerajaan Mataram terbagi dua menjadi Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta melalui perjanjian Giyanti pada 1755, maka penataan Makam Imogiri juga mengalami perubahan. Terjadilah pemisahan area antara masing masing kerajaan tanpa mengilangkan bangunan yang sudah ada sebelumnya. Pada perkembangannya sekarang makam ini memiliki beberapa komplek, komplek Sultan Agung, komplek raja-raja Yogyakarta, dan komplek raja-raja Surakarta.
Makam Sultan Agung pada tingkat paling atas paling menyita perhatian. Untuk mencapai bangunan makam ini, para peziarah harus mendaki anak tangga. Anak tangga inti sebanyak 337 dihitung dari area parkir sampai dengan di pelataranpersimpangan ke arah komplek raja-raja Yogyakarta dan komplek raja-raja Surakarta. Arah kiri atau ke barat dari persimpangan merupakan komplek pemakaman raja-raja Surakarta, sedangkan arah kanan atau ke timur merupakan komplek pemakaman raja-raja Yogyakarta. Jika memilih lurus dan menaiki 103 anak tangga lagi, peziarah akan mencapai makam Sultan Agung.
Di makam Sultan Agung, peziarah wajib untuk mengikuti peraturan yang ada. Hal ini dimaksudkan agar kesucian makam tetap terjaga sehingga pengunjung dapat melakukan ziarah dengan baik. Diantara peraturan yang wajib dipatuhi selama di sana adalah mengenai aturan tata cara berbusana. Para peziarah yang datang diwajibkan mengenakan busana adat Jawa. Bagi pria, busana wang wajib dikenakan adalah surjan dan kain batik, sedangkan untuk wanita mengenakan kain batik serta kemben (kain penutup dada), tanpa mengenakan baju kebaya ataupun perhiasan, serta diwajibkan menata rambut dengan cara gelung tekuk (riasan rambut berupa rambut yang digulung tanpa riasan maupun konde).
Jadwal kunjungan makam Imogiri , untuk makam Kasultanagungan buka setiap hari senin dan minggu jam 10.00 – 12.00, Jumat jam 13.30 – 15.30. Komplek Kasultanan Yogyakarta buka setiap hari jam 10.00 – 12.00,jumat jam 13.30 – 16.00. Komplek Kasunanan Surakarta buka setiap hari senin sampai sabtu jam 10.00 – 12.00,jumat jam 13.30 – 15.30.
Ditulis oleh Rasti Wijayanti Nugraheni