WhatsApp Image 2019-10-12 at 09.10.34

Yogyakarta: Awal “Hari Museum Indonesia”

Sejak tahun 2015, pemerintah Republik Indonesia menetapkan tanggal 12 Oktober sebagai “Hari Museum Indonesia”. Tanggal ini khusus dipilih karena adanya suatu momentum bersejarah lembaga museum Indonesia yang terjadi di kota Yogyakarta.

Pertama kalinya Pemerintah Republik Indonesia menetapkan suatu instrumen untuk mengukur capaian kinerja pembangunan kebudayaan yang disebut Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK). Berdasarkan penghitungan pada tahun 2018, terdapat 13 provinsi di Indonesia yang memiiki tingkat IPK di atas nilai nasional (53,74) dan Daerah Istimewa Yogyakarta menempati urutan pertama dengan IPK 73,79 yang kemudian disusul Bali (65,39), Jawa Tengah (60,05), Bengkulu (59,95), dan Nusa Tenggara Barat (59,92). Adapun IPK bukan untuk mengukur nilai budaya melainkan cerminan tercapainya pembangunan kebudayaan di masing-masing daerah.

Pembangunan berdasarkan kebudayaan tidak dapat terlepas dari peranan lembaga-lembaga yang merawat dan melestarikan kebudayaan. Salah satunya adalah lembaga museum yang bertanggung jawab tidak hanya merawat dan menjaga peninggalan kebudayaan bangsa melainkan juga melestarikan dan mengomunikasikannya kepada masyarakat.

Merayakan “Hari Museum Indonesia” dapat dimaknai sebagai mendukung pembangunan nasional berbasis kebudayaan dimana momentum ini merayakan eksistensi dan misi museum untuk merawat dan melestarikan warisan budaya demi keberlangsungan kebudayaan bangsa. Penetapan “Hari Museum Indonesia” dilakukan melalui proses pembahasan sejak tahun 2010 dan berakhir melalui musyawarah pada 23 April 2015 di Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. Penetapan “Hari Museum Indonesia” dideklarasikan pada pada Mei 2015 di Malang melalui penandatanganan perwakilan dari lembaga pemerintahan dan elemen-elemen asosiasi museum Indonesia, yaitu: Kacung Marijan (Direktur Jenderal Kebudayaan), Harry Widianto (Direktur PCBM), Putu Supadma Rudana (Asosiasi Museum Indonesia/AMI Pusat), Sri Hartini (AMIDA Sumatra), Gatot Dwihastoro (AMIDA Jakarta), perwakilan AMIDA Banten, perwakilan AMIDA Jawa Barat, Puji Joharnoto (AMIDA Jawa Tengah), Ayi Supriyadi dan Kepala Museum Ullen Sentalu KRHT Daniel Haryodiningrat (Badan Musyawarah Musea DI Yogyakarta), Arif Djoko dan Dwi Cahyono (AMIDA Jawa Timur), Muh. Hasyim (AMIDA Kalimantan/Sulawesi/Indonesia Timur), I Wayan Santika (Himpunan Museum Bali), Sigit Gunarjo (AMIKA TMII), dan Nunus Supardi (Museawan).

Pembahasan dan deklarasi menetapkan tanggal 12 Oktober sebagai “Hari Museum Indonesia”. Sebelum menyepakati tanggal tersebut, melalui rapat pembahasan muncul beberapa usulan momentum yang dirasa dapat dijadikan sebagai momentum “Hari Museum Indonesia”, yakni:

  • 24 April (1778): berdirinya Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (kini Museum Nasional Indonesia, Jakarta);
  • 28 Oktober (1890): berdirinya Museum Radya Pustaka, Surakarta;
  • 5 Maret (1928): hari lahir Drs.  Moh. Amir Sutaarga, bapak permuseuman Indonesia;
  • 6 November (1935): berdirinya Museum Sonobudoyo, DI Yogyakarta;
  • 29  Februari (1950): Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen berganti nama Lembaga Kebudayaan Indonesia;
  • 9 Maret (1950) : peresmian Lembaga Kebudayaan Indonesia;
  • 24  Desember (1957): terbentuknya Urusan Museum di Kementerian Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan (Kini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan);
  • 12-14 Oktober (1962): diselenggarakannya “Musyawarah Museum Indonesia” di DI Yogyakarta;
  • 22-23 Mei (2010): Seminar “Hari Museum Indonesia” di DI Yogyakarta.

Sebagai pertimbangan untuk menetapkan tanggal, maka pemilihan momentum harus dapat memenuhi tiga unsur penilaian, yaitu: memiliki nilai dalam pengembangan ilmu pengetahuan; memiliki nilai dalam menumbuhkan kebanggaan secara nasional, dan merupakan gagasan asli orang Indonesia. Melalui pembahasan atas setiap momentum, maka pilihan mengerucut pada pelaksanaan “Musyawarah Museum Indonesia” pada 12-14 Oktober 1962 di DI Yogyakarta.

Ketika Republik Indonesia sedang berbenah dalam menata birokrasi pemerintahan dan pembangunan nasional pasca revolusi fisik, empat puluh orang tokoh pendiri, pecinta, pemerhati, dan pimpinan  museum se-Indonesia berkumpul di DI Yogyakarta untuk mengadakan “Musyawarah Museum Indonesia” pada 12-14 Oktober 1962. Para tokoh ini membahas mengenai keberadaan, makna, tanggung jawab, dan tantangan lembaga museum Republik Indonesia. Melalui musyawarah, disepakati 10 resolusi yang menjadi landasan pemerintah, sebagai berikut:

  1. Harus ada undang-undang tentang permuseuman (kemudian terwujud melalui PP 19 tahun 1995, UU No 5 tahun 1992, UU No 11 Tahun 2010, dan  PP 66 tahun 2015);
  2. Pembentukan Badan Musyawarah Museum Indonesia (pembentukan BARAHMUS DIY pada 7 Agustus 1971, Paramita Jaya-DKI dan HIMUSBA-Bali pada 1980,  Badan Musyawarah Museum Indonesia-kini AMI pada 1998);
  3. Pembentukan National Commitee of ICOM (International Council of Museum);
  4. Mendesak pemerintah untuk memberi bantuan pada museum-museum;
  5. Menambah pendirian museum (1945: 26 museum, 2019: 439 museum);
  6. Rencana “Musyawarah Museum Indonesia II” tahun 1965;
  7. Pembinaan dan pendidikan staf ahli di museum;
  8. Museologi sebagai kurikulum perguruan tinggi;
  9. Museum aktif dalam dunia pendidikan dan sebagainya;
  10. Museum menjadi penggalang persahabatan bangsa-bangsa.

“Musyawarah Museum Indonesia” yang membuahkan sepuluh resolusi ini kemudian dinilai paling memenuhi tiga unsur penilaian penetapan “Hari Museum Indonesia”. Sehingga akhirnya ditetapkan hari pelaksanaan “Musyawarah Museum Indonesia”, yakni 12 Oktober, sebagai hari peringatan lembaga museum se-Indonesia. Yogyakarta sebagai kota diselenggarakannya musyawarah dengan demikian dapat dikata menjadi kota kelahiran “Hari Museum Indonesia”.

Kini “Hari Museum Indonesia” telah dirayakan selama empat tahun berturut-turut. Momentum ini tidak hanya menjadi harapan agar lembaga museum Indonesia semakin berkualitas, melainkan juga menjadi momen perenungan dan evaluasi bersama akan perwujudan misi museum di tengah masyarakat dan bangsa. Konsep strategi pembangunan negara dan roda pemerintahan yang kini disinergikan dengan kebudayaan menjadi peluang sekaligus tantangan bagi lembaga museum Indonesia untuk dapat hadir dan berkontribusi bagi bangsa. Tentu tanggung jawab ini tidak hanya diemban lembaga museum melainkan juga semua elemen masyarakat dapat hadir mendukung dan “memanfaatkan” lembaga museum sebagai ruang publik untuk merawat dan melestarikan kebudayaan bangsa.

Kiranya semangat dan pemikiran 40 tokoh museum yang berjumpa di Yogyakarta pada 12 Oktober 1962 dalam “Musyawarah Museum Indonesia” dapat menjadi bara api bagi lembaga museum dan setiap anak bangsa untuk turut menjaga kebudayaan bagsa. “Selamat Hari Museum Indonesia 2019!”

Sumber:

Supardi, Nunus. 2016. Deklarasi Hari Museum Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Kebudayaan Kementrian Pendidikan Kebudayaan.

Surat Kabar Harian Kompas, Kamis 10 Oktober 2019