Lambang Kraton Yogyakarta

Lambang Kraton Yogyakarta semula bentuk mahkota kerajaan Belanda banyak mempengaruhi unsur hias dalam kraton Yogyakarta dan Surakarta, termasuk diantaranya untuk mahkota raja. Sampai pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwana VII lambang mahkita tersebut masih banyak diterapkan sebagai unsur hias(lihat ilustrasi 1 Lambang HB VII di perabot tandu Kraton)Selain unsur mahkota yang tampak sangat presisi, munculnya binatang singa di kiri dan kanan mahkota menunjukkan getaran estetik yang bernuansa Eropa sangatlah kental. Jika dibandingkan dengan lambang Kerajaan Belanda , lambang yang dipakai Sri Sultan Hamengku Buwana VII memiliki kemiripan (lihat ilustrasi 2 Lambang Kerajaan Belanda).Pada Sri Sultan Hamengku Buwono VII bentuk itupun masih tertera di atas bingkai gambar yang berukuran besar,terbukti seoeti yang terdapat di Bangsal Manis.

Huruf dan angka dibingkai sulur-sulur indah, di atasnya terdapat mahkota lambang kerajaan (ilustrasi HB10). Namun pada masa pemerintahan Sri Hamengku Buwono VIII pada tahun 1921 ada keinginan untuk membuat lambang keraton berlandaskan cita rasa estetik dengan mengangkat seni budaya sendiri. Lambang ini bentuknya berbeda dengan sebelumnya, tidak terpengaruh oleh bentuk mahkota gaya seni Eropa. Dalam hal ini Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dapat disebut sebagai pencipta lambang kraton yang saat ini dipakai. Beliau melibatkan seorang seniman serba bisa,berjiwa sosial dan pemberani sekaligus menantu Sri Sultan Hamenku Buwono VII:K.R.T Yosodipuro. Adapun makna yang tersurat pada lambang keraton: 1.Identitas raja yang bertahta digambarkan dengan jumlah helai bulu sayap disisi kanan dan kiri seperti lambang Sri Sultan Hamengkubuwono VIII digambarkan dengan jumlah bulu 8 helai; 2. Lambang kebesaran keraton digambarkan dalam bentuk mahkota dibawah huruf Ha Ba;3.Lambang Ha Ba yang dibuat oleh Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dibuat saling menumpang sehingga menghasilkan keserasian bentuk dua huruf menjadi kesatuan yang artistik. Ha Ba sendiri berarti Hamengku Buwana. Dalam lambang keraton ini Ha Ba disertai unsur bunga teratai di atas Pa murda. Bunga teratai itu melambangkan kiblat papat kelima pancer dilengkapi dengan sepasang tangkai daun yang disebut lajer, yang menggambarkan harapan yang tulus bagi pelestarian kraton dan Sultan, agar berlangsung terus menerus dan penuh wibawa. Lambang keraton ini terdapat di beberapa tempat diantaranya di sisi luar kuncungan Bangsal Manis bagian timur dan pintu gerbang Donopertopo, tepatnya di atas jam besar di sebelah barat masjid Tamanan perempatan Rotowijayan sebelum masuk Keben (Ngejaman). Selain digunakan sebagai unsur hias beberapa banguanan, lambang keprajan ini juga dipakai sebagai kop surat dan medali penghargaan. Secara keseluruhan lambang keraton ini merupakan sengkalan memet yang berbunyi Kaluwihaning-Yaksa-Salira-Aji yang bermakna tahun 1851: Kaluwihaning berbentuk ukiran daun kluwih bermakna 1, yaksa atau kemamang bermakna 5, salira berupa binatang melata atau ular naga bermakna 8, aji lambang raja Ha Ba didalam lingkaran bola dunia bermakna 1.Artinya 1851 merupakan tahun saka atau 1921 masehi.

Sumber: Ensiklopedia Keraton Yogyakarta

lambangkeraton