Imogiri Persemayaman Akhir Sang Raja

imogiri2Imogiri terletak di sebelah selatan kota Yogyakarta, tepatnya Kecamatan Imogiri Bantul. Makam ini merupakan komplek pemakaman raja-raja Mataram. Sebelum masa pemerintahan Sultan Agung, kerabat keraton Mataram yang meninggal dimakamkan di sekitar istana Kotagede. Gagasan pembangunan komplek pemakaman baru muncul pada masa pemerintahan Sultan Agung, raja Mataram ketiga. Sebagai seorang raja yang mampu menguasai hampir seluruh Pulau Jawa pada masa itu, beliau berkeinginan agar kebesaran namanya tetap dikenang oleh rakyat Mataram dan generasi penerusnya.

Sultan Agung membangun makam Imogiri mulai 1630. Jika dilihat dari letak geografisnya, Imogiri berada di Bukit Merak yang merupakan jajaran Pegunungan Sewu. Pada awalnya makam ini dibangun di bukit Giri Laya namun dipindahkan ke  bukit Merak karena P Juminah yang ditugasi sebagai pengawas pekerjaan tersebut telah mendahului dimakamkan di Giri Laya. Secara filosofis, pemilihan tempat yang tinggi adalah bagian konsep nirwana dalam budaya Hindu, yakni tempat tujuan akhir perjalanan manusia. Tempat yang tinggi juga merupakan tempat sakral karena merupakan tempat bersemayamnya para dewa. Selain itu, Sultan Agung mengharapkan bahwa raja dan keturunannya yang meninggal akan tetap ditinggikan oleh rakyatnya, meskipun mereka telah tiada.

Sultan Agung menjadi raja Mataram pertama yang dimakamkan di komplek Makam Imogiri  pada tahun 1646. Beliau dimakamkan di tingkat paling atas yang disebut Kasultanagungan. Selain masih terdapat  komplek makam raja-raja Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta di tingkat yang lebih rendah.Jika mengunjungi makam ini, peziarah wajib  mengikuti peraturan yang ada. Hal ini dimaksudkan agar kesucian makam tetap terjaga sehingga pengunjung dapat melakukan ziarah dengan baik. Di antara peraturan yang wajib dipatuhi selama di sana adalah mengenai aturan tata cara berbusana. Para peziarah yang datang diwajibkan mengenakan busana adat Jawa. Bagi pria, busana yang wajib dikenakan adalah surjan dan kain batik, sedangkan untuk wanita mengenakan kain batik serta kemben (kain penutup dada), tanpa mengenakan baju kebaya ataupun perhiasan, serta diwajibkan menata rambut dengan cara gelung tekuk (riasan rambut berupa rambut yang digulung tanpa riasan maupun konde). Begitupula wanita yang sedang datang bulan tidak diperkenankan untuk berziarah di makam ini.

sumber:file ullen